Antara Cinta, Kreativitas, dan Profesionalisme Guru

Antara Cinta, Kreativitas, dan Profesionalisme Guru

(Tulisan ini diterbitkan pada Tabloid Pendidikan Gocara Bogor, Minggu III Maret 2010)

Ketika Michael Jordan, mantan pemain basket NBA, suatu saat pernah ditanya oleh para jurnalis tentang apa rahasia di balik kesuksesannya menjadi salah seorang pemain basket terbaik di zamannya, maka dengan singkat dia menjawab, ‘because I love this game’. Jawaban singkat ini walau kedengaran sederhana, tapi langsung menukik ke permasalahan yang sangat substansial tentang salah satu rahasia kehidupan kita. Bahwa cinta memang bukan segalanya, tetapi segalanya bisa berawal dari cinta.

Sepertinya sulit dibantah bahwa cinta dalam maknanya yang luas sesungguhnya merupakan sumber energi utama kita dalam menapaki setiap jengkal kehidupan. Cintalah sebenarnya mata air sekaligus muara kehidupan ini. Tidak berlebihan kalau kita katakan bahwa sesungguhnya peradaban manusia, dimanapun dan kapanpun, dibangun atas dasar cinta dan didedikasikan untuk sebuah cinta. Peradaban itu dikonstruksi atas dasar cinta kepada kehidupan dan kemudian didedikasikan untuk cinta pada kemanusiaan.

Walaupun cinta adalah suatu yang abstrak dan kadang sulit didefinisikan, namun secara umum cinta itu sangat identik dengan sifat-sifat berikut; komitmen, pengorbanan, pemberian, ketulusan, kesungguhan, dan altruism. Seorang pecinta adalah seorang yang berkomitmen, siap berkorban, suka memberi, dan bersungguh-sungguh untuk kebahagiaan objek yang dia cintai.

Dalam konteks relasi antara orangtua dan anak, sifat dasar cinta inilah yang menjadi dasar ketika banyak orangtua tanpa lelah bekerja ekstra keras siang dan malam untuk kebahagiaan anak-anak yang mereka cintai. Dalam perjalanan sejarah kehidupan, banyak orang bisa melakukan hal-hal yang luar biasa demi kebahagiaan objek yang dia cinta. Cinta membuat sesuatu yang berat menjadi ringan, yang jauh menjadi dekat, yang sulit menjadi mudah, dan yang tidak mungkin menjadi mungkin.

Filosopi yang sama sesungguhnya juga berlaku saat kita berbicara tentang dunia pendidikan. Saat kita membahas tentang bagaimana kita meningkatkan kualitas pendidikan kita. Ketika kita mengimpikan dunia pendidikan yang jauh lebih baik dari hari ke hari. Dunia pendidikan yang benar-benar mampu mentransformasi bangsa besar ini menjadi sebuah bangsa yang mandiri, punya daya saing, dan berperadaban.

Guru dan Kreativitas

Salah satu pemain utama yang diharapkan dan menjadi tumpuan kita dalam menggapai cita-cita pendidikan kita adalah para pendidik (baca: guru dan dosen). Mereka adalah pemain inti dalam usaha kita mengantarkan generasi muda kita ke gerbang kesuksesan di masa datang. Anak didik yang tidak hanya bisa survive mempertahankan diri mereka dalam percaturan dunia global yang semakin kompetitif di masa datang, tetapi juga anak didik yang memiliki integritas , kepedulian dan sense of social responsibility terhadap perbaikan lingkungan sekitarnya.

Sangat besar memang harapan masyarakat kepada para pendidik agar mereka benar-benar menjadi guru yang professional. Guru yang bisa membing para siswa ke gerbang masa depan yang cerah. Guru yang bisa membukakan ‘jendela dunia akherat’ kepada seluruh anak didik mereka. Guru yang memiliki beragam kompetensi yang menunjang keberhasilan profesi mereka. Guru yang tidak hanya bisa menjadi sumber ilmu, tetapi juga menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi para muridnya. Guru yang tidak hanya bisa mentransfer knowledge (pengetahuan), tetapi juga mentransfer value (nilai) kepada anak didiknya. Seorang yang tidak hanya berperan sebagai ‘guru’ (dalam makna terbatas), tetapi juga sekaligus sebagai konselor, orangtua, kakak, atau bahkan sahabat bagi para muridnya.

Pendeknya ada beban yang tidak ringan terletak di pundak para guru. Ada harapan yang besar dari pihak birokrasi pendidikan dan orangtua (baca: masyarakat) agar anak didik mereka berhasil dengan ukuran-ukuran yang kompleks. Ada target penyampaian kurikulum dengan content yang rumit. Dan ketika di kelas, hampir dipastikan bahwa para guru juga harus berhadapan dengan berbagai tipe siswa dengan kebutuhan, kemampauan, dan kelakuan yang juga bervariasi. Bahkan sering juga para guru juga harus menghadapi masalah yang sebenarnya tidak menjadi domain tanggung jawab mereka, seperti buruknya manajemen dan minimnya fasilitas pengajaran di sekolah.

Sampai di sini, kreatifitas menjadi satu kata kunci yang mesti dimiliki para guru agar bisa menjawab semua tantangan tersebut. Agar mereka bisa mengelola anak didik mereka untuk bisa sampai menggapai cita-cita masa depan mereka. Kreativitas adalah bahan bakar yang senantiasa bisa mengalirkan energi kepada para guru untuk tidak menyerah kepada berbagai macam bentuk halangan, tantangan, dan rintangan yang mereka hadapi saat mereka menjalankan profesi mereka sebagai guru.

Secara singkat, kreativitas adalah satu proses mental yang berujung pada kemampuan untuk memikirkan dan menemukan sesuatu yang baru atau berbeda dari apa yang telah ada sebelumnya. Karena dunia berubah, masalah yang kita hadapi juga berubah. Karenanya sebuah masalah yang baru tidak bisa dihadapi dengan cara lama. Di sinilah diperlukan kreativitas agar kita bisa menghadapi apapun jenis masalah yang timbul dalam kehidupan kita, termasuk dalam dunia pendidikan.

Cinta dan Benih Kreatifitas

Kreativitas sesungguhya adalah buah atau konsekwensi logis dari cinta. Ya, dari cinta seorang guru terhadap profesi yang dijalaninya. Ketika guru benar-benar mencintai profesi kependidikan ini, maka tanpa diminta, dia akan mencurahkan segala perhatian dan pemikirannya untuk terus menerus memikirkan perbaikan dari apa yang dia kerjakan. Guru akan menghabiskan jumlah waktu dengan frekwensi yang signifikan untuk merefleksi dari setiap kegiatan pembelajaran di kelas. Mencari solusi dari masalah yang dia hadapi.

Dia akan mencurahkan pemikiran terbaiknya untuk terus memperbaiki proses pengajaran dan pembelajaran di kelas. Semakin dalam refleksi yang dilakukan seorang guru, maka akan semakin terbuka peluang munculnya ide-ide kreatif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.
Kalau pada suatu pertemuan tertenty para siswa kesulitan memahami suatu topik pelajaran yang disampaikan denga metode tertentu, maka guru yang kreatif berusaha memikirkan dan menemukan metode lain bagaimana agar siswa mengerti. Jika, pada hari tertentu, banyak siswa yang mengantuk saat pembelajaran, maka guru yang kreatif akan mencari cara bagaimana agar siswanya gembira dan terlibat dalam pembelajaran. Bahkan, jikapun fasilitas pengajaran terbatas di sekolah yang bersangkuta, maka guru yang kreatif akan menemukan media lain (yang walaupun tidak canggih) tetapi bisa digunakan untuk membantu siswa memahami materi pembelajaran.

Pendeknya guru yang kreatif adalah guru yang tidak serta menyerah dengan keadaan. Bukan guru yang berhenti berbuat karena menghadapi masalah. Tetapi guru kreatif adalah guru yang memiliki segudang ide segar dan baru di kepalanya. Guru yang melihat tantangan sebagai peluang. Guru yang bisa berpikir di luar kotak. Guru yang berlari lebih kencang dari masalah yang muncul selama proses belajar mengajar. Dan guru seperti ini tidak akan pernah muncul dari mereka yang menjalani profesi keguruannya dengan setengah hati.

Karenanya jika anda seorang guru, dan berharap menjadi seorang guru yang kreatif dan professional. Mulailah menjalani profesi ini dengan cinta. Jikapun dulu anda terpaksa memilih profesi ini, karena waktu itu tidak ada pilihan yang lebih baik. Maka sekarang ‘bertaubatlah’, anda harus belajar mencintai profesi ini dengan sepenuh hati. Kalau cinta telah menjadi helaan nafas setiap guru kita, maka harapan kita untuk menjadikan dunia pendidikan kita lebih baik, isnyAllah akan segera menjadi kenyataan. Wallahu'alam